Minggu, 29 Mei 2011

Puisi Ganda

UNTUKMU



Saat Senja mulai tenggelam,, ku melihat awan yang sedang membentuk nama mu..

Saat Surya mulai naik,, ku lihat awan yang sedang membentuk senyum mu..

Saat Matahari sedang berada diatas langit,, ku lihat awan sedang membentuk wajahmu yang tersenyum pada ku..





PERASAANKU



Senyum ini ku berikan ada mu agar Kau selalu ingat AKU..

Tatapan mata ini ku berikan agar Kau selalu melihat ku setiap saat..

Amarah ini ku berikan pada mu agar Kau selalu sayang AKU..

Kebaikan ini ku berikan pada mu agar Kau selalu cinta AKU..

Semua yang kutulis di atas agar Kau selalu menjaga perasaan ku,, dan selalu menjaga ku disaat aku sedih..

Pengertian Imajinasi secara umum

Imajinasi secara umum, adalah kekuatan atau proses menghasilkan citra mental dan ide.

Istilah ini secara teknis dipakai dalam psikologi sebagai proses membangun kembali persepsi dari suatu benda yang terlebih dahulu diberi persepsi pengertian. Sejak penggunaan istilah ini bertentangan dengan yang dipunyai bahasa biasa, beberapa psikolog lebih menyebut proses ini sebagai "menggambarkan" atau "gambaran" atau sebagai suatu reproduksi yang bertentangan dengan imajinasi "produktif" atau "konstruktif".

Gambaran citra dimengerti sebagai sesuatu yang dilihat oleh "mata pikiran". Suatu hipotesis untuk evolusi imajinasi manusia ialah bahwa hal itu memperbolehkan setiap makhluk yang sadar untuk memecahkan masalah (dan oleh karena itu meningkatkan fitnes) perseorangan oleh penggunaan simulasi jiwa.

MIMPI

Disaat malam menunjukan kehiduannya
Ku terbangun dalam mimpi
Mimpi yang seakan menyadarkanku
Sadar dalam gelapnya malam..


Mimpi yang tak mungkin terjadi
Mimpi yang seakan hanya angan belaka
Mimpi yang ku inginkan tapi..
Tapi tak mungkin terjadi……………


Dunia ini tak mendukung
Tak mendukung aku akan mimpi itu
Ku tak tau kenapa ini bisa terjadi…
Entah lah…………………………

SAAT KAU PERGI

Disaat ku menangis..
Kau hapus air mata ini
Dengan sebuah cinta..
Cinta yang akan hilang..


Air mata… atau senyum…??
Air mata lah…………
Yang saat ini duduk dimataku
Seakan berbisik menjemput kepergianmu…


Berdiri,, duduk,, dan menangis…
Yang hanya bisa kulakukan..
Mentari seakan memberi isyarat
Isyarat kepergiaanmu dan memintaku untuk menangis..


Kesadaranku hilang..
Air mataku habis..
Senyumku pudar..
Saatku tahu kau pergi..

CERPEN


Kabayan Dirihantara

Inilah hidup yang harus dijalani oleh seorang manusia yang hanya berpendidikan rendah. Yang bisa dilakukan tidak jauh dari bertani, nelayan atau buruh. Tapi, jalan hidup seorang laki-laki berparas sederhana yang tinggal disebuah desa terpencil dan berpendidikannya hanya sampai SMA ini, jauh lebih menyenangkan. Ini hanyalah sebagian pemikiran dari seorang laki-laki lugu nan polos. Pendidikan tak berarti apa-apa baginya, tanpa sekolahpun ia masih bisa tetap hidup dengan bahagia. Mimpi dia terlalu banyak untuk ditampung tapi mimpi-mimpi itu tidak pernah tercapai olehnya.
Yah, hanyalah mimpi baginya untuk bisa bersekolah lebih tinggi. Untuk makanpun Ia harus bersusah payah mencarinya sampai ke hutan belantara. Rumah yang Ia tinggali sepertinya tidak pantas disebut rumah, yang lebih pantasnya adalah gubug. Beratapkan daun kelapa kering, berdinding kayu dan berlantai tanah. Walaupun asri tetap saja kurang layak untuk ditempati. Bagi dia rumah ini adalah sejarah bisu yang menceritakan kisah hidupnya dari Ia lahir hingga sekarang Ia berumur 21 tahun.
Hidup miskin Ia jalani dengan sukacita walaupun berat tapi inilah hidup seorang Kabayan, tulang punggung keluarga yang ditinggal ayahnya lebih dari tiga tahun. Ambunya hanya seorang tukang buruh cuci, adiknya masih berumur 6 tahun yang berarti kelas satu SD dan adik keduanya yang masih berumur 5 tahun. Kabayan hanya kerja serabutan dan penghasilannyapun hanya cukup untuk makan dalam satu hari. Kabayan anak desa yang rajin beribadah dan rajin bekerja inilah julukan baginya.
Sempat terlintas dibenaknya untuk bekerja dikota. Ia sering melihat teman-temannya yang merantau ke kota cukup berhasil walaupun ada sebagian yang gagal. Ia terus menerus berfikir dan selalu bertanya kepada ibunya dan meminta pendapat kepada teman-temannya yang sudah merantau ke kota. Kota baginya hanyalah mimpi yang tak’kan pernah tercapai olehnya, tapi ia selalu berfikir mengapa tidak dicoba. Kabayan selalu berdo’a kepada Allah swt. untuk dibukakan fikirannya dan tekadnya pergi ke kota.
Tekad bulat Kabayan untuk pergi ke kota akhirnya disetujui oleh Ambunya dan kedua adik perempuannya. Fikiran Kabayan telah melanglang jauh menuju ke kota. Dia sangat tidak sabar dengan kehidupan yang akan Ia akan jalani di kota sana. “Kota aku akan datang menemuimu dan aku mohon agar kau terima aku dan bisa menjadi temanku. Aku ingin bisa menghidupi keluargaku dengan hasil yang aku terima selama aku dikota.” Dalam hati Kabayan berbicara dan memohon keselamatan jika Ia telah sampai dikota.
Hari itu pun tiba, dimana Kabayan akan menjalani hidup sendiri tanpa Ambu, neng, dan ade. Sebelum berangkat Kabayan menyelesaikan pekerjaannya setiap pagi hari.
“Ambu, Kabayan pamit nya. Kabayan bade ka kota. Doakeun Kabayan supados dipasihan rezeki anu seueur kangge Ambu, Neng, sareng Ade.” Kabayan pamit kepada Ambu disertai isak tangis kesedihannya dan sungkem yang biasa Ia lakukan pada saat Lebaran.
“Muhun A, ku Ambu didoakeun terus, jaga diri nya A.” Ambu menjawab sambil mengusap-usap rambut Kabayan yang sangat halus dan menutup air mata kesedihannya. 
Kabayanpun pergi dengan segala kesedihan dan haru biru di tengah keluarga yang sangat harmonis. Kabayan pergi menyisakan segala pekerjaannya yang ada didesa dan teman-teman binatangnya yang Ia amat cintai.
KOTA. Suatu nama yang sangat diinginkan oleh seluruh manusia karena kota adalah lumbung pekerjaan yang amat sangat menjanjikan. Setiap orang sangat menginginkan tinggal dan bisa bekerja dikota. Begitu pula yang dialami oleh seorang pemuda polos yang berasal dari desa terpencil. Kabayan akhirnya sampai juga dikota yang Ia impikan.
Terik matahari yang menyinari tubuh kekar yang berlumur keringat dan napas yang tersendak-sendak mengawali hari pertama Kabayan tinggal dikota. Jalanan berdebu, asap knalpot yang amat tebal hitamnya tak menyurutkan niat Kabayan untuk mencari pekerjaan. Kabayan sebelumnya memang telah memikiran hal ini, mencari sebuah pekerjaan dikota itu memang amat sulit dan penuh dengan rintangan, akan tetapi Kabayan telah berambisi untuk tetap bekerja dikota.
Setelah kurang lebih dua minggu Kabayan berada dikota, Ia mulai kehabisan uang yang Ia bawa dari desa. Selama dikota Ia tinggal disebuah rumah kontrakan amat kecil yang hanya berukuran 3x3 meter. Kabayan tak henti-hentinya mencari pekerjaan dan terus berdoa agar diberi jalan oleh yang Maha Kuasa.
Setelah sekian lama Ia mencari pekerjaan dan menyusuri seluruh jalan yang ada dikota, Ia pun menemukan suatu perusahaan yang membuka lowongan pekerjaan.
“Selamat siang, Pak.” sapa Kabayan dengan sangat sopan kepada salah satu Satpam yang sedang jaga di pos.
“Selamat siang, ada yang bisa saya bantu de ?” jawab petugas keamanan itu.
“Apa benar Pak disini dibuka lowongan pekerjaan ?” tanya Kabayan dengan penuh rasa kegembiraan.
“Iya benar sekali de, ade mau daftar ?” Satpam itupun menawari Kabayan.
“Iya Pak, saya mau daftar, kira-kira tempat pendaftarannya dimana ya Pak ?” Kabayan dengan sangat bahagia menjawab pertanyaan Satpam itu.
“Baiklah, silakan ade masuk lalu ade tunggu di lobby sampai ada yang memanggil ade. Maaf nama ade siapa ? saya akan daftarkan dulu disini.” jelas Satpam
“Baik, Pak. Nama saya Kabayan Dirihantara, Pak.” Kabayan memperkenalkan diri dengan penuh rasa semangat.
“Oke. Silakan masuk, Kabayan.” Satpampun mempersilakan masuk.
Dengan penuh rasa semangat, Kabayanpun melangkah ke sebuah gedung nan tinggi, mungkin Kabayan fikir ini adalah gedung pencakar langit yang sering dibicarakan orang banyak. Dengan sangat tegang Kabayan duduk sambil tetap memeluk map yang berisi semua persyaratan untuk bekerja.
“Kabayan Dirihantara, silakan masuk.” Seorang wanita cantik memanggil namanya dan memersilakan Ia untuk masuk kesebuah ruangan kantor yang bernamakan “Diandra Wigunawati, S.E.”
Dengan wajah tegang, kaki bergemetar dan jantung berdetak dengan cepat, Kabayanpun memasuki ruangan itu.
“Silakan duduk.” perempuan yang masih sangat muda mempersilakan Kabayan untuk duduk dihadapannya.
“Terimakasih, Bu.” jawab Kabayan.
“Perkenalkan nama saya Diandra Wigunawati. Saya disini akan mengetes anda dan boleh saya liat lamaran anda ?” perempuan ini memperkenalkan diri.
“Nama saya Kabayan Dirihantara. Baiklah, ini silakan.” dengan sangat gemetar Kabayan memberikan map lamaran kerjanya.
“Oke, sebentar, saya akan pelajari dulu lamaran anda. Hmm, anda sebelumnya bekerja dimana ?” tanya Diandra
“Sebelumnya saya hanya bekerja didesa, dirumah saya. Saya bekerja apa saja, bisa dibilang serabutan. Kadang saya membajak sawah, membuat kerangka rumah, membersihkan halaman, dan pekerjaan berat lainnya.” dengan tegas Kabayan menjawab.
“Oh. Anda lulusan SMA ?” tanya kembali Diandra.
“Iya, Bu. Tepatnya SMK Jurusan Pertanian. Bagaimana bu ? saya bisa bekerja disini ?” tanya Kabayan.
“Baiklah, persyaratanmu telah lengkap dan memenuhi syarat. Tolong kamu besok datang langsung ke bagian OB dan nanti disana ada atasan kamu yang akan member kamu pengarahan. Selamat, anda diterima diperusahaan Jayawijaya Darmaga.” Diandra mengulurkan tangannya untuk memberikan selamat dengan cara berjabat tangan.
“Saya diterima Bu ? Baiklah, terima kasih Bu, terima kasih banyak. Besok saya akan datang sepagi mungkin.” dengan bahagia dan tidak percaya Kabayan mengulurkan tangannya.
Senyum mengembang dibibirnya saat keluar dari kantor tempat Ia mendapatkan pekerjaan. Kantor yang tinggi dan bercahaya karena tersinari matahari secerah muka Kabayan yang merasa bahagia. Sepanjang jalan menuju pulang ke kontrakannya, Kabayan terus memancarkan sinar kebahagiaan dan senyum sumringahnya yang terlihat tampan.
Namun, kebahagian tidak selamanya indah. Sebuah mobil BMW silver melaju dengan sangat kencang pada saat Kabayan melangkah untuk menyebrang jalan. Sontak ! Semua orang yang berada disekitar terkejut dan segera lari berhamburan menolong Kabayan. Kertas-kertas lamaran di dalam sebuah mappun terbang melayang terbawa angin. Darah mengucur dari dahi, mulut dan seluruh tubuhnya. Tak ada satu orangpun yang tidak terkejut akan kejadiaan ini.
Harapan seorang pemuda polos yang ingin menghidupi keluarganya dengan kucuran keringatnya sendiripun terhapus sudah. Kabayan tertidur pulas disebuah ruangan bernamakan “R.Jenazah”. Jenazah Kabayan segera dipulangkan ke desa tempat Ia dilahirkan dan Ia di besarkan.
Ambu yang selalu menunggu kabar dari anak sulungnya dan selalu bertanya-tanya tentang keadaan anaknya itu. Sekarang rumah gubuk, kecil dan hanya beralaskan tanah, dibanjiri oleh air mata kesedihan dengan dipulangkannya seorang lelaki yang amat didambakan oleh seluruh isi rumah. Isak tangis menyelimuti pemakaman Kabayan Dirihantara. Disamping makam Kabayan, ada makam Bapak Kabayan yang sangat Ia cintai dan rindukan. Sekarang tidak ada lagi orang yang akan mencari nafkah sesemangat Kabayan, tidak ada lagi candaan-andaan kegembiraan yang Ia selalu lontarkan.
Sekarang Ambu hanya bisa mengikhlaskan kepergian Kabayan, anak laki-laki satu-satunya. Dan Ambu akan menjalani hidup bertiga dengan dua orang anak perempuannya. “Ambu, maafkan Kabayan. Kabayan pergi hanya sebentar, Kabayan akan mencari uang untuk Ambu, Neng dan Ade. Kabayan sayang Ambu. Ambu jaga diri baik-baiknya. Kabayan akan titipkan salam Ambu kepada Bapak. Kabayan akan selalu ada untuk Ambu, Kabayan selalu ada dihati Ambu. Terima kasih Ambu telah melahirkan Kabayan dan membesarkan Kabayan. Kabayan sayang Ambu.” Surat kecil yang terselip ditas Kabayan dibaca oleh Ambu dan Ambu meneteskan air mata saat membacanya. Kabayan pria tampan, polos, dan penuh semangat sekarang akan menjadi kenangan oleh semua orang yang mengenalnya.        

**TAMAT**